BAG. 1 - ADAB-ADAB TERHADAP ORANG TUA

 



ADAB-ADAB DALAM BERBAKTI TERHADAP ORANG TUA

             Sebuah pertanyaan, apakah ada manusia yang mengingkari bentuk keutamaan orang tua terhadapnya?

Sungguh, Jika  seandainya manusia telah melakukan perjuangan keras dalam rangka memuliakan orang tuanya, hal tersebut tidaklah mungkin bisa memenuhi hak-hak mereka –selamanya-. Hal tersebut karena mereka memiliki keutamaan yang amat besar setelah Allah subhanahu wa ta’aala. Marilah kita bahas bersama-sama tentang keutamaan ini.

KEUTAMAAN DALAM BERBUAT BAIK TERAHADAP ORANG TUA

Sesungguhnya ketidaktahuan manusia adalah musuh bagi dirinya sendiri. Maka ketika ia mengetahui keutamaan yang terdapat pada birrul walidain, ia akan segera mempercepat langkah untuk meraih kebaikan orang tua, karena dengan itu ia bisa meraih kecintaan Allah. Dan kami paparkan untuk kalian –wahai para pembaca- secercak keutamaan birrul walidain.

1.      Dengan birrul walidain, Allah akan menghilangkan rasa sulit.

Sesungguhnya kebaikan orang tua merupakan sebab dibukanya kemudahan oleh Allah subhanahu wa ta’aala. Oleh karenannya Imam Bukhori menuliskan hadits tentang birrul walidain dalam kitabnya Shahih Bukhori dan membuat bab khusus dengan judul “Bab diijabahnya doa karena birrul walidain”.

Nabi bersabda :

"بَيْنَمَا ثَلَاثَةُ نَفَرٍ يَتَمَشَّوْنَ أَخَذَهُمْ الْمَطَرُ فَأَوَوْا إِلَى غَارٍ فِي جَبَلٍ فَانْحَطَّتْ عَلَى فَمِ غَارِهِمْ صَخْرَةٌ مِنْ الْجَبَلِ فَانْطَبَقَتْ عَلَيْهِمْ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ انْظُرُوا أَعْمَالًا عَمِلْتُمُوهَا صَالِحَةً لِلَّهِ فَادْعُوا اللَّهَ تَعَالَى بِهَا لَعَلَّ اللَّهَ يَفْرُجُهَا عَنْكُمْ فَقَالَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَ لِي وَالِدَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ وَامْرَأَتِي وَلِي صِبْيَةٌ صِغَارٌ أَرْعَى عَلَيْهِمْ فَإِذَا أَرَحْتُ عَلَيْهِمْ حَلَبْتُ فَبَدَأْتُ بِوَالِدَيَّ فَسَقَيْتُهُمَا قَبْلَ بَنِيَّ وَأَنَّهُ نَأَى بِي ذَاتَ يَوْمٍ الشَّجَرُ فَلَمْ آتِ حَتَّى أَمْسَيْتُ فَوَجَدْتُهُمَا قَدْ نَامَا فَحَلَبْتُ كَمَا كُنْتُ أَحْلُبُ فَجِئْتُ بِالْحِلَابِ فَقُمْتُ عِنْدَ رُءُوسِهِمَا أَكْرَهُ أَنْ أُوقِظَهُمَا مِنْ نَوْمِهِمَا وَأَكْرَهُ أَنْ أَسْقِيَ الصِّبْيَةَ قَبْلَهُمَا وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمَيَّ فَلَمْ يَزَلْ ذَلِكَ دَأْبِي وَدَأْبَهُمْ حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مِنْهَا فُرْجَةً نَرَى مِنْهَا السَّمَاءَ فَفَرَجَ اللَّهُ مِنْهَا فُرْجَةً فَرَأَوْا مِنْهَا السَّمَاءَ..."

Artinya :

“"Ketika tiga orang laki-laki sedang berjalan, tiba-tiba hujan turun hingga mereka berlindung ke dalam sebuah gua yang terdapat di suatu gunung. Tanpa diduga sebelumnya, ada sebuah batu besar jatuh menutup mulut gua dan mengurung mereka di dalamnya. Kemudian salah seorang dari mereka berkata kepada temannya yang lain; 'lngat-ingatlah amal shalih yang pernah kalian lakukan hanya karena mencari ridha Allah semata. Setelah itu, berdoa dan memohonlah pertolongan kepada Allah dengan perantaraan amal shalih tersebut, mudah-mudahan Allah akan menghilangkan kesulitan kalian. Tak lama kemudian salah seorang dari mereka berkata; 'Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya mempunyai dua orang tua yang sudah lanjut usia. Selain itu, saya juga mempunyai seorang istri dan beberapa orang anak yang masih kecil. Saya menghidupi mereka dengan menggembalakan ternak. Apabila pulang dari menggembala, saya pun segera memerah susu dan saya dahulukan untuk kedua orang tua saya. Lalu saya berikan air susu tersebut kepada kedua orang tua saya sebelum saya berikan kepada anak-anak saya. Pada suatu ketika, tempat penggembalaan saya jauh, hingga saya pun baru pulang pada sore hari. Kemudian saya dapati kedua orang tua saya sedang tertidur pulas. Lalu, seperti biasa, saya segera memerah susu dan setelah itu saya membawanya ke kamar kedua orang tua saya. Saya berdiri di dekat keduanya serta tidak membangunkan mereka dari tidur. Akan tetapi, saya juga tidak ingin memberikan air susu tersebut kepada anak-anak saya sebelum diminum oleh kedua orang tua saya, meskipun mereka, anak-anak saya, telah berkerumun di telapak kaki saya untuk meminta minum karena rasa lapar yang sangat. Keadaan tersebut saya dan anak-anak saya jalankan dengan sepenuh hati hingga terbit fajar. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwasanya saya melakukan perbuatan tersebut hanya untuk mengharap ridha-Mu, maka bukakanlah suatu celah untuk kami hingga kami dapat melihat cahaya! ' Akhirnya Allah Subhanahu wa Ta'ala membuka celah lubang gua tersebut, berkat adanya amal perbuatan baik tersebut, hingga mereka dapat melihat langit…” (Muttafaq “Alaihi)

2.      Kesuksesan dari do’a orang tua menghadirkan taufik di dunia dan keselamatan di akhirat

Ridho Allah terdpat pada ridho orang tua”

      Rasulullah bersabda : “Tiga do’a yang tidak tertolak : do’a orang tua terhadap anaknya…” (HR. Baihaqi 3/345).

Barangsiapa yang berhasil sukses karena do’a orang tua maka ia adalah orang sukses di dunia & akhirat; karena Nabi bersabda :

"رضا الرب في رضا الولدين و سخطه في سخطهما"

Artinya: “Ridho Allah terdapat pada ridho orang tua, dan kemurkaannya ada pada ridho orang tua”.

Siapa saja yang meraih ridho Allah maka ia telah adlah pemenang, dan barangsiapa mendpat murkanya maka ia adalah orang yang merugi.

 

3.      Bakti terhadap orang tua adalah sebab dilapangkannya rezeki dan bertambahnya umur.

Nabi bersabda: "Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya, atau ingin dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahmi."

Dan dalam riwayat Baihaqi : “Hendaknya berbuat baik terhadap orang tuanya dan menyambung silaturrahmi.”

Dan berbakti kepada orang tua pada dasarnya adalah bentuk rasa syukur kepada Allah subhanahu wa ta’aala, sebagaimana firman-Nya:

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu” (QS. Luqman : 1)

Maka barangsiapa yang berbakti kepada orang tuanya maka ia telah bersyukur kepada Allah. Dan barangsiapa bersyukur kepada mereka maka ia juga bersyukur kepada Allah, dan ia termasuk orang yang akan mendapatkan tambahan nikmat dari Rabbnya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman : “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkaari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim: 7). Dan tidaklah terputus nikmat ini kecuali dengan terputusnya rasa syukur kepada Allah dan orang tuanya.

 

4.      Bakti terhadap orang tua penghapus dosa-dosa besar.

Mahkul berkata : “Bakti terhadap orang tua adalah penghapus dosa-dosa besar, dan hendaknya seseorang yang mampu untuk berbuat baik terhadap keluarganya yang lebih tua darinya”.

Juga diriwayatkan dari Atha’ bin Yasar dari Ibn ‘Abbbas, bahwasanya ia didatanagi seorang laki-laki dan berkata : “Sesungguhnya aku telah melamar seorang perempuan, maka ia pun menolakku, lalu datang lelaki lain melamarnya dan ia terima. Maka akupun cemburu terhadapnya, lalu aku pun membunuh perempuan tersebut. Apakah ada kesempatan untuk aku bertaubat? Maka Ibn Abbas bertanya : “Apakah ibumu masih hidup?” Ia pun menjawab: “Tidak”, Ibn Abbas pun berkata : “Taubatlah kepada Allah Azza wa Jalla, dan bertaqarrublah kepada-Nya semampumu”. Maka Aku pun beranjak pergi dan bertanya kepada Ibnu Abbas: “Mengapa engkau tanyakan ibuku  apakah dia masih hidup atau tidak?”, Ibnu Abbas menjawab : “Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan seseorang kepada Allah Azza wa Jalla selain berbakti terhadap orang tua”.

 

5.      Pahala berbakti kepada orang tua setara ibadah umrah, haji, dan jihad fii sabilillah.

Seseorang datang kepada Nabi  meminta izin hendak ikut jihad (berperang). Lalu Nabi bertanya kepadanya, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Jawab orang itu, "Masih!" Sabda beliau, "Berbakti kepada keduanya adalah jihad."

Imam An-Nawawi berkata: “Pada hadits ini terdapat dalil besarnya keutamaan bakti kepada orang tua dan hal tersebut lebih utama dari pada jihad (perang) fii sabilillah”.

Komentar