Perbedaan Ta'awudz, Basmalah, dan membaca Al-Quran
Merupakan kebiasaan kita tatkala hendak membaca quran, yaitu memulai bacaan dengan ta'awudz dan juga basmalah. Tapi apakah kita tahu apa bedanya ta'awudz, basmalah, dan membaca Al-Quran?
Pertama, Ta'awudz
Bacaan ta'awudz atau a'udzubillahi minasysyaithanirrajim bukanlah termasuk ke dalam ayat Al-Quran, sehingga tidak diberi hukum yang sama percis seperti ayat Al-Quran. Oleh karena itu, sebagian ulama tidak menganjurkan seorang qari melantunkan (melagukan) bacaan ta'awudz, karena melantunkan bacaan hanya berlaku ketika membaca Al-Quran saja.
وذهب بعض المعاصرين إلى أن التعوذ لا يرتل بل ينطق مثل الكلام العادي
Sebagian ulama kontemporer berpendapat bahwa bacaan ta'awudz tidak perlu dilantunkan, akan tetapi diucapkan seperti ucapan biasanya [1]
Kedua, Basmalah
Basmalah, yaitu "bismillahirrahmanirrahim" adalah ayat di antara ayat-ayat Al-Qur'an. Menurut pendapat terkuat, basmalah merupakan ayat mustaqillah (yang terpisah) sehingga keberadaannya tidaklah terhitung sebagai ayat yang pertama untuk setiap surat, termasuk surat al-fatihah. Dan memulai bacan basmalah tidaklah berlaku untuk surat at-Taubah.
Sekali lagi, basmalah di sini adalah bagian dari ayat Al-Qur'an, bukan dzikir khusus yang sengaja diucapkan untuk mendapatkan barakah dari membaca Al-Quran. Karena basmalah pada bacaan al-Qur'an tidak sama seperti basmalah sebelum wudhu, makan, dan sebelum melakukan amalan tertentu, yang mana hal tersebut diniatkan untuk berdzikir dan mendapatkan barokah dari amalan yang dilakukan.
اتفق أكثر الفقهاء على أن التسمية مشروعة لكل أمر ذي بال، عبادة أو غيرها
Kebanyakan fuqaha bersepakat bahwa membaca basmalah disyariatkan untuk setiap perkara yang penting, baik ibadah maupun yang lainnya [2]
Nah, adapun basmalah sebelum membaca al-quran maka tidak termasuk ke dalam bentuk bacaan di atas.
Ketiga, membaca Al-Qur'an
Membaca Al-Quran adalah salah satu ibadah yang mana jika seseorang membacanya, dia akan mendapatkan pahala yang berkali-kali lipat,
Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».
“Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” [3]
Namun, ada kalanya Al-Quran dibaca tapi tidak diniatkan sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Salah satunya adalah membaca Al-Quran dengan niat berzikir, seperti zikir ayat kursi, al-falaq dan an-nas. Hal ini tidak dianggap sebagai tilawah al-quran, sehingga seseorang yang berhalangan untuk membaca Al-Quran, seperti orang yang junub, ia dibolehkan untuk melakukannya.
Al-Quran juga terkadang dibaca ketika seseorang menyampaikan dalil suatu masalah, yaitu dengan menukil ayat di antara ayat-ayat Al-Qur'an atau membaca suatu dalil di buku-buku fikih, akidah, dan lainnya.
Maka adapun menukilkan Al-Qur'an, seseorang tidak perlu melantunkan dan tidak pula memulainya dengan ta'awudz dan basmalah
Syaikh Shalih Al-Fauzan pernah ditanya tentang melantunkan Al-Quran ketika seseorang sedang berkhutbah dan ceramah, beliau menjawab,
هـذا كـثر السـؤال عـنه، لأن بعـض الإخـوان يـرتل الآيـة فـي الخطـبة أو فـي المـوعظة وهـذا شـيء غـير مـعروف عـن السـلف لأن هـناك فـرقا بـين قـراءة التـلاوة وقـراءة الإستـشهاد والإسـتدلال قـراءة التـلاوة تـرتل بأحـكام الـتلاوة والـترتيل, أمـا الـقراءة لـلاستشهاد فقـط فـلا تـرتل الآيـة ، وإنمـا تقـرأ قـراءة سليمـة مـن اللـحن
“Pertanyaan ini sering ditanyakan karena sebagian saudara kita melantunkan bacaan Al-Qur’an dalam khutbah atau dalam memberikan ceramah nasehat. Hal ini bukanlah suatu perkata yang dikenal oleh ulama salaf karena terdapat perbedaan antara membaca Al-Qur’an ketika melantunkannya dan ketika membaca untuk berdalil dan menguatkan dalil (membaca kutipan ayat dan tidak melantunkan). Bacaan ketika melantunkan Al-Qur’an harus sesuai dengan hukum tartil dan hukum membaca Al-Qur’an (tajwid). Adapun membaca untuk berdalil saja, maka tidak perlu ditartilkan (dilantunkan), cukup dibaca (biasa saja) agar tidak terjatuh dalam lahn (kesalahan membaca Al-Qur’an yang bisa mengubah artinya)” [4]
Demikian juga tidak perlu memulainya dengan ta'awudz dan basmalah.
Berkata Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid,
لا تشرع الاستعاذة ولا البسملة عند إيراد الآية من القرآن على وجه الاستدلال والاحتجاج بها ، وإنما يقول : قال الله تعالى ، ونحو ذلك ؛ ليميز كلام الله عن غيره من الكلام
Tidak disyariatkan membaca ta'awudz ataupun basmalah ketika menyampaikan ayat dari quran dengan maksud berdalil ataupun berhujjah. Akan tetapi mengatakan "Qalallahu ta'ala" (Berkata Allah ta'ala), dan sebagainya. Tujuannya untuk membedakan kalamullah dengan perkataan lainnya. [5]
Oleh: Tamimi Hanafi
Kamis, 23 Syawal 1442
Footnote:
[1] islamweb.net/ar/fatwa/168937/
[2] Al-mausu'ah Al-Fiqhiyah (8:92)
[3] HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6469
[4] Ijabatul Muhimmah hal. 278-279).
[5] islamqa.info/amp/ar/answers/207464
Komentar
Posting Komentar